Sabtu, 14 Juni 2014

Selokan Tertimbun pun Bisa Menyebabkan Banjir

Green: 16 December 2013 | 21:34 

Banjir memang efek domino yang terjadi terkait datangnya musim hujan, tidak disangka dan diduga tiba-tiba air bah merendam semuanya. Tidak hanya jalan-jalan yang tertutup air, rumah-rumah dan fasilitas umum pun harus terendam bahkan sawah yang semestinya tinggal menunggu panen harus gagal lantaran rusak karena terendam banjir.

Bahkan yang membuat setiap orang panik karena perabot rumah tangga pun rusak. Apalagi kendaraan pribadi semua menjadi rusak karena air yang masuk ke dalam mesin kendaraan-kendaraan mereka.

Namun, hakekatnya banjir tidak datang tiba-tiba dan seketika tanpa sebab musabab yang mengawalinya. Seperti biasa banjir disebabkan karena daerah resapan yang berasal dari hutan pun harus musnah seiring habisnya pepohonan hutan lantaran penebangan yang tidak memperhitungkan dampak yang ditimbulkan. Kebiasaan masyarakat yang membuang sampah semarang, seperti dibantaran kali yang semakin mempercepat datangnya banjir. Semua kembali pada prilaku manusia sendiri yang tidak menjaga lingkungan dan alam sekitarnya dari proses perusakan lingkungan.

Bahkan jika kita mau sedikit flashback bermacam-macam musibah banjir yang menyebabkan banyak jatuh korban hakekatnya semua diawali perkara yang sama yaitu aktifitas manusia yang tidak lagi peduli akan kelestarian lingkungannya.

Namun kebiasaan kecil dan berdampak besar adalah ketika masyarakat tidak lagi peduli dengan kondisi selokan di depan rumahnya. Kebanyakan mereka berpangku tangan dan menunggu upaya pemerintah untuk membersihkan selokan yang telah tertimbun oleh sampah dan tanah. Karena sikap tak peduli inilah sejatinya banjir yang biasanya tidak terjadi malah justru malah menghampiri. Ditambah lagi memang sikap pemerintah lebih khusus Dinas PU yang terkesan membiarkan anggaran negara habis sia-sia hanya untuk memperbaiki jalan-jalan yang berlubang, meskipun demikian perbaikan jalanpun tidak sepenuhnya dikerjakan dengan baik. Adakalanya perbaikan jalan hanya menutup lobang dengan batu kemudian disiram dengan aspal lalu dibiarkan begitu saja. Pantas saja setelah diganti tidak sampai sebulan jalan itu kembali rusak.

Karena proses perbaikan jalan yang sepertinya menjadi agenda rutin proyek ini akhirnya justru sedikit melalaikan perawatan drainase, selokan sebagai tempat mengalirnya air hujan. Padahal jika pemerintah konsisten merawat drainase atau selokan dengan sepertinya banjir pun dapat dihindari ditambah lagi jalan-jalan lebih awet lantaran air tidak menggenang di sepanjang jalan, akan tetapi mengalir ke selokan di sisi-sisi jalan.

Seperti contoh betapa berharganya saluran drainase atau selokan tersebut bagi pencegahan banjir, seperti terjadinya banjir di kawasan Kab. Pringsewu sejatinya diawali oleh hilangnya fungsi drainase atau selokan tersebut. Selokan yang semestinya menjadi tempat buangan air hujan justru malah dibiarkan tertimbun tanah dan sampah. Akibatnya semestinya air dapat mengalir dengan leluasa harus terhambat oleh tanah dan sampah yang menutupi saluran air. Dan sebab ini pula yang mengakibatkan Kota Bandarlampung mengalami musibah banjir. Sebuah kelalaian yang dianggap biasa.

Kenapa saat ini drainase atau selokan justru tidak menjadi agenda utama pembangunan dan perawatan oleh dinas PU? Ditambah lagi masyarakat justru hanya menyaksikan jalan-jalan rusak dan saluran air yang tertimbun tanpa mau melakukan perbaikan secara mandiri? Hal ini sepertinya dipicu oleh sikap ketidak konsistenan pemerintah dalam memperhatikan jalan-jalan plus saluran airnya. Sehingga ketika mereka melihat kerusakan justru membiarkannya sampai musibah benar-benar datang.

Akan tetapi, yang membuat prihatin adalah sebagian masyarakat justru tidak lagi mau berswadaya, minimal bergotong-royong memperbaiki saluran air yang tertimbun tanah dan sampah. Minimal mengeruknya secara bersama-sama masyarakat di wilayah yang mengalami kerusakan. Karena mulanya tradisi masyarakat Indonesia menyukai gotong-royong dalam memperbaiki selokan yang rusak. Namun karena pergsereran budaya dan pemahaman makna swadaya sepertinya membuat masyarakat semakin acuh taka cuh, cuek dengan kondisi di sekitarnya.

Mereka selalu menunggu proyek pembangunan dan perbaikan dari pemerintah tanpa mau mengulurkan tangan bekerja sama secara gotong-royong memperbaiki sarana umum ini. Apalagi pihak kelurahan maupun kecamatan terkesan tak peduli karena beralasan sudah ada program PNPM dan program pembangunan kewenangan dinas PU atau dinas Bina Marga. Padahal PNPM dan Proyek Dinas PU tidak selalu dapat menyelesaikan masalah yang terjadi di desa-desa secara menyeluruh. Sehingga sepatutnya ada kepedulian masyarakat dan pamong desa menggiatkan kembali kegiatan gotong-royong dengan program utama memperbaiki jalan yang rusak khususnya jalan-jalan yang memang belum tersentuh proyek dari dinas PU serta perawatan saluran air agar air hujan dapat bebas mengalir tanpa hambatan.

Jika kerjasama sosial dari masyarakat berupa gotong-royong memperbaiki fasiltias umum dapat dilaksanakan, maka akan dapat mengurangi faktor penyebab datangnya musibah banjir tersebut. (maa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar