Green: 16 December 2013 | 21:34
Banjir memang efek domino yang terjadi terkait datangnya musim hujan,
tidak disangka dan diduga tiba-tiba air bah merendam semuanya. Tidak
hanya jalan-jalan yang tertutup air, rumah-rumah dan fasilitas umum pun
harus terendam bahkan sawah yang semestinya tinggal menunggu panen harus
gagal lantaran rusak karena terendam banjir.
Bahkan yang membuat setiap orang panik karena perabot rumah tangga pun
rusak. Apalagi kendaraan pribadi semua menjadi rusak karena air yang
masuk ke dalam mesin kendaraan-kendaraan mereka.
Namun, hakekatnya banjir tidak datang tiba-tiba dan seketika tanpa sebab
musabab yang mengawalinya. Seperti biasa banjir disebabkan karena
daerah resapan yang berasal dari hutan pun harus musnah seiring habisnya
pepohonan hutan lantaran penebangan yang tidak memperhitungkan dampak
yang ditimbulkan. Kebiasaan masyarakat yang membuang sampah semarang,
seperti dibantaran kali yang semakin mempercepat datangnya banjir. Semua
kembali pada prilaku manusia sendiri yang tidak menjaga lingkungan dan
alam sekitarnya dari proses perusakan lingkungan.
Bahkan jika kita mau sedikit flashback bermacam-macam musibah banjir
yang menyebabkan banyak jatuh korban hakekatnya semua diawali perkara
yang sama yaitu aktifitas manusia yang tidak lagi peduli akan
kelestarian lingkungannya.
Namun kebiasaan kecil dan berdampak besar adalah ketika masyarakat tidak
lagi peduli dengan kondisi selokan di depan rumahnya. Kebanyakan mereka
berpangku tangan dan menunggu upaya pemerintah untuk membersihkan
selokan yang telah tertimbun oleh sampah dan tanah. Karena sikap tak
peduli inilah sejatinya banjir yang biasanya tidak terjadi malah justru
malah menghampiri. Ditambah lagi memang sikap pemerintah lebih khusus
Dinas PU yang terkesan membiarkan anggaran negara habis sia-sia hanya
untuk memperbaiki jalan-jalan yang berlubang, meskipun demikian
perbaikan jalanpun tidak sepenuhnya dikerjakan dengan baik. Adakalanya
perbaikan jalan hanya menutup lobang dengan batu kemudian disiram dengan
aspal lalu dibiarkan begitu saja. Pantas saja setelah diganti tidak
sampai sebulan jalan itu kembali rusak.
Karena proses perbaikan jalan yang sepertinya menjadi agenda rutin
proyek ini akhirnya justru sedikit melalaikan perawatan drainase,
selokan sebagai tempat mengalirnya air hujan. Padahal jika pemerintah
konsisten merawat drainase atau selokan dengan sepertinya banjir pun
dapat dihindari ditambah lagi jalan-jalan lebih awet lantaran air tidak
menggenang di sepanjang jalan, akan tetapi mengalir ke selokan di
sisi-sisi jalan.
Seperti contoh betapa berharganya saluran drainase atau selokan tersebut
bagi pencegahan banjir, seperti terjadinya banjir di kawasan Kab.
Pringsewu sejatinya diawali oleh hilangnya fungsi drainase atau selokan
tersebut. Selokan yang semestinya menjadi tempat buangan air hujan
justru malah dibiarkan tertimbun tanah dan sampah. Akibatnya semestinya
air dapat mengalir dengan leluasa harus terhambat oleh tanah dan sampah
yang menutupi saluran air. Dan sebab ini pula yang mengakibatkan Kota
Bandarlampung mengalami musibah banjir. Sebuah kelalaian yang dianggap
biasa.
Kenapa saat ini drainase atau selokan justru tidak menjadi agenda utama
pembangunan dan perawatan oleh dinas PU? Ditambah lagi masyarakat justru
hanya menyaksikan jalan-jalan rusak dan saluran air yang tertimbun
tanpa mau melakukan perbaikan secara mandiri? Hal ini sepertinya dipicu
oleh sikap ketidak konsistenan pemerintah dalam memperhatikan
jalan-jalan plus saluran airnya. Sehingga ketika mereka melihat
kerusakan justru membiarkannya sampai musibah benar-benar datang.
Akan tetapi, yang membuat prihatin adalah sebagian masyarakat justru
tidak lagi mau berswadaya, minimal bergotong-royong memperbaiki saluran
air yang tertimbun tanah dan sampah. Minimal mengeruknya secara
bersama-sama masyarakat di wilayah yang mengalami kerusakan. Karena
mulanya tradisi masyarakat Indonesia menyukai gotong-royong dalam
memperbaiki selokan yang rusak. Namun karena pergsereran budaya dan
pemahaman makna swadaya sepertinya membuat masyarakat semakin acuh taka
cuh, cuek dengan kondisi di sekitarnya.
Mereka selalu menunggu proyek pembangunan dan perbaikan dari pemerintah
tanpa mau mengulurkan tangan bekerja sama secara gotong-royong
memperbaiki sarana umum ini. Apalagi pihak kelurahan maupun kecamatan
terkesan tak peduli karena beralasan sudah ada program PNPM dan program
pembangunan kewenangan dinas PU atau dinas Bina Marga. Padahal PNPM dan
Proyek Dinas PU tidak selalu dapat menyelesaikan masalah yang terjadi di
desa-desa secara menyeluruh. Sehingga sepatutnya ada kepedulian
masyarakat dan pamong desa menggiatkan kembali kegiatan gotong-royong
dengan program utama memperbaiki jalan yang rusak khususnya jalan-jalan
yang memang belum tersentuh proyek dari dinas PU serta perawatan saluran
air agar air hujan dapat bebas mengalir tanpa hambatan.
Jika kerjasama sosial dari masyarakat berupa gotong-royong memperbaiki
fasiltias umum dapat dilaksanakan, maka akan dapat mengurangi faktor
penyebab datangnya musibah banjir tersebut. (maa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar