Sabtu, 14 Juni 2014

Kasus Pembakaran Hutan di Riau adalah Persoalan Akut



Metro, 16 March 2014 | 01:07 

Tulisan ini sebuah catatan perjalanan kami tahun 2000, tatkala kami masih menempuh pendidikan strata satu di STAIN Metro, dan kebetulan mendapatkan mandat dari PMII Cab. Metro salah satu organisasi kemahasiswaan.

Tujuannya adalah untuk mengikuti pelatihan advokasi lingkungan. Kebetulan diadakan di sebuah gedung di Kota Pekanbaru. Kota yang menurut kami cukup panas karena sudah sangat minimnya tanaman rindang yang menghiasi setiap sudut kota.

Kebetulan kami berdua yang mendapatkan mandat, dengan ongkos yang teramat sedikit kami beranikan diri untuk “nekad” naik bus menuju ke tempat tujuan. Meski baru kali pertama kami mengenal Provinsi Riau dari dekat. Namun, karena alamat tujuan dan sarana transportasi tersedia, maka tak menjadikan kesulitan berarti bagi kami. Meskipun kota tersebut baru kami kenali dari peta dan siaran televisi saja… terkesan ndusun ya?. Ah nggak masalah karena bagi kami pernah ataupun tidak bukanlah persoalan yang penting tujuannya baik dan tentu saja karena materi ilmunya yang sangat bermanfaat.

Dan alhamdulillah, kami bisa menemukan bus yang kami maksudkan, dengan bus Handoyo kami terpaksa berdiri sampai ke tempat tujuan. Persoalannya karena bus tersebutlah satu-satunya yang terakhir dapat kami temukan sebelum pembukaan acara dimulai. Bukan kami tak mau membayar alias gratis, tetapi karena tempat duduk sudah full jadi kami terpaksa berdiri meski lutut terasa nyeri yang penting bisa sampai ke tempat tujuan dengan selamat.

Di sepanjang jalan kami merasakan keindahan yang tak terkira tatkala perjalan tersebut masih melewati seputaran Kota Palembang, Sumatera Selatan. Tentu saja karena gugusan perbukitan yang membentang membentuk panorama yang indah. Pepohonan masih terawat sehingga terlihat asri. Jalan yang berliku-liku di bawahnya jurang terjal menambah suasana menegangkan dan memacu adrenalin kami.

Penampakan alam terlihat berbeda tatkala kami memasuki wilayah Provinsi Riau. Di sepanjang jalan, kami melewati kawasan hutan yang sudah terbakar. Bahkan ada di antara area yang terbakar asap-asap putih masih mengepul. Dan beberapa kilometer dari lahan terbakar tersebut, sudah tumbuh deretan tanaman karet yang masih berumur beberapa bulan saja. Sontak saja kami terkejut dan keheranan sekaligus gundah gulana.

Keheranan dan kegundahan kami tak sampai di situ, karena kami mendapati banyak hutan yang sudah menggundul membentang sepanjang penglihatan kami. Sungguh ironis, menyedihkan dan miris saya melihatnya. Bahkan saya merasa bersedih tatkala pola masyarakat Provinsi Riau dan perusahaan perkebunan begitu mudahnya melakukan perusakan tanpa mendapatkan sanksi dari pemerintah daerah. Saya pun sedikit menduga, boleh jadi karena ada kongkalikong antara pengusaha dan pejabat daerah.

Kongkalikong tersebut begitu kentara, karena di sepanjang perjalanan kami melintasi area hutan ternyata hutan-hutan di sana habis dibabat dan dipersiapkan menjadi lahan perkebunan. Tak hanya perusahaan besar, sebagian masyarakatnya pun tak kalah gesitnya tatkala membakar lahan-lahan mereka untuk ditanami. Bahkan mungkin pembakaran hutan dan lahan perkebunan sudah dilakukan berpuluh-puluh tahun. Dan sayangnya tidak ada sedikitpun gerak pemerintah daerah atau pusat dalam mencegah pembakaran hutan. Andaikan ada pelarangan hutan, belum ada satupun pengusaha yang tertangkap akibat ulah mereka.

Imbas dari kenakalan petani dan pengusaha perkebunan adalah yang saat ini dirasakan masyarakat Provinsi Riau. Boleh jadi sebelum adanya bencana asap ini, penduduk dan pemerintah daerah kurang responsif terhadap prilaku illegal loging dan pembakaran hutan. Sehingga dampaknya tentu saja kabut asap yang dianggap bencana nasional hakekatnya akibat dari prilaku masyarakatnya yang tidak peduli dan terkesan membiarkan perusakan hutan terjadi secara sistematis.

Melihat proses perusakan yang sistematis tersebut, PB PMII dan difasilitasi dan dilaksanakan oleh PC PMII Riau mengadakan pelatihan advokasi lingkungan. Tujuannya adalah memberikan pelatihan kepada mahasiswa terkait teknis melakukan gugatan secara pidana atas perusakan hutan yang dilakukan oleh masyarakat dan pengusaha perkebunan.

Sayang sekali meskipun catatan kecil ini adalah reportase faktual, kami tidak dapat menayangkan 
bukti kongkrit karena belum memiliki HP berkamera maupun kamera khusus ketika kami melaksanakakn tugas organisasi.

Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar