Di sana-sini, baik di pusat keramaian maupun di jalan-jalan sepi sekalipun masih ada saja sampah yang bertebaran, tidak saja ulah penduduk setempat yang sudah terbiasa membuang sampah akan tetapi ada juga pemudik dari luar kota yang dengan seenaknya membuang sampah. Kejadian ini sudah menjadi pemandangan yang amat umum di seantero wilayah negara kita, bahkan jika mau menelusuri sampai ke pusat pemerintahan sekalipun persoalan sampah masih saja merepotkan.
Kenapa sampah begitu sangat menyiksa, padahal kita
tahu semua orang pastilah menghasilkan sampah baik sampah organik maupun sampah
non organik yang tentu saja setiap hari akan keluar dari rumah kita. Selain itu
memang budaya orang Indonesia suka membuang-buang sesuatu yang semestinya bisa
dimanfaatkan. Tapi memang kebiasaan ini sepertinya sudah turun temurun. Tidak
saja masyarakat tak terpelajar masyarakat berpendidikan tinggi juga masih suka
membuat sampah.
Jika kita menengok persoalan sampah di sekitar
kita-tidak perlu jauh-jauh mengamati sampah di Ibukota-di tempat kita sendiri
yang notabene adalah kawasan kota kecil bahkan perkampungan seakan-akan sampah
ini banyak menghabiskan biaya negara akan tetapi tidak kunjung diselesaikan.
Jaman dahulu, sebelum adanya aturan tentang peringatan
mengenai global warming bahwa kita dilarang membakar sampah dengan alasan asap
akan mencemari udara tapi mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat
seakan-akan membakar sampah adalah hal biasa. Di mana pun perkampungan ada saja
lubang sampah di dekat rumah dengan tujuan mengumpulkan sampah kemudian dibakar
agar sampah tidak menumpuk, tapi ternyata cara ini tempo dulu masih efektif
karena memang tidak ada lagi sampah yang menumpuk seperti sekarang seakan-akan
sampah seperti gunung yang siap meledak karena tidak pernah dijamah dan
dimanfatkan secara profesional.
Jika melihat fenomena tersebut, mungkin ada benarnya
membakar sampah; jika sampah itu di wilayah yang masih amat jarang penduduknya
(diperkampungan) karena memang alat untuk mengolah sampah khususnya non organik
belum tersedia jadi membakar sampah sangat efektif mengurangi penumpukan
sampah.
Akan tetapi jika di daerah perkotaan yang notabene
kepadatan penduduk amat rapat pembakaran sampah akan sangat mencemari udara di
sekitarnya akan tetapi menumpuk-numpuk sampah tanpa penangannya yang benar
justru akan menjadi bom waktu yang justru akan menjadi masalah yang
berkepanjangan seperti timbulnya bermacam-macam penyakit, bencana longsor
sampah, serta pencemaran tanah dan air akibat limbah bercampur sampah yang
menumpuk.
Proses penumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir
sebenarnya justru tidak akan mengurangi persoalan sampah akan tetapi justru
akan menambah masalah baru. Apalagi jika kebiasaan membuang sampah di sembarang
tempat tidak tersentuh hukum, karena jika menanti kesadaran sepertinya amat
sulit mendapatkan kesadaran masyarakat akan bahaya sampah.
Lalu, bagaimana pemerintah memberikan solusi konkrit
tapi murah mengingat sampah setiap hari semakin bertambah?
1. Memberikan penyuluhan yang bersifat kontinyu, tidak
hanya lewat media iklan akan tetapi pada forum-forum tingkat RT sekalipun
semestinya digalakkan.
2. Memberikan fasilitas kotak sampah gratis untuk tiap
rumah di mana kota sampah itu sekaligus memisahkan sampah organik dan sampah
non organik yang saat ini masih tersedia di lembaga-lembaga pendidikan saja
tapi tidak menyentuh ke rumah-rumah penduduk.
3. Menyediakan mesin penghancur sederhana untuk jenis
plastik dan kaca “contoh di Amerika” di setiap wilayah Kota / Kabupaten
yang tentu saja memang ini membutuhkan biaya yang amat mahal.
4. Memberikan training / pelatihan cara mengelola
sampah menjadi benda-benda layak pakai atau layak jual seperti pembuatan
kompos, dan benda-benda kreatif yang layak jual, dan ini tentu saja harus
dipersiapkan pula wadah menampung hasil karya mereka. Kegiatan ini tentu saja
harus mengikut sertakan mahasiswa agar mereka dapat terjun langsung mengelola
masyarakat.
5.Pemerintah memiliki lembaga yang khusus membeli
sampah-sampah layak beli (seperti plastik, kertas, kaleng, kaca) sehingga
menjadi income bagi masyarakat sekaligus mereka akan tergerak untuk menjaga
lingkungan dari sampah. Karena selama ini hanya orang-orang tertentu (pemulung)
yang mau mengorek-ngorek sampah di TPA padahal kondisi sampah sudah menumpuk.
Jika ada pihak suasta yang mau membeli mereka cenderung membeli dengan harga
murah padahal jika dilihat barangnya semua sampah tersebut bernilai tinggi.
5. Jika kelima strategi atau cara tersebut sudah
dilaksanakan tapi ternyata masih ada saja sampah yang berserakan maka
undang-undang / hukum yang mengadili pembuang sampah sembarang harus segera
dibuat andaikan sudah ada harus diperketat karena akibatnya masyarakat yang
bandel akan tersadar bahwa apa yang mereka lakukan dengan membuang sampah
adalah melanggar hukum dengan ancaman yang berat.
Dengan menggunakan strategi di atas pemerintah akan
memperoleh keuntungan:
1. Sampah akan berharga sehingga tanpa dipaksapun
kalau mengerti nilai jual sampah masyarakat akan selalu mengumpulkan sampah
yang beserakan.
2. Pemerintah akan mampu menyediakan bahan baku
produksi berasal dari sampah tanpa kesulitan melakukan impor seperti produksi
piring, gelas dan semua produk dari kaca tinggal mengolah kembali sampah dari
masyarakat sehingga akan lebih efektif.
3. Pemerintah akan mengurangi cost untuk pengelolaan
sampah, seperti membayar tenaga kebersihan, pembelian kendaraan pengangkut
sampah serta pencarian lahan untuk menumpuk sampah.
4. Meminimalisir penyakit di masyarakat karena
lingkungan semakin bersih.
5. Masyarakat mendapatkan tambahan penghasilan dari
hasil penjualan sampah layak jual sehingga secara tidak langsung akan
mengurangi beban ekonomi masyarakat.
6. Masyarakat menjadi lebih kreatif, karena dengan
bisa mengolah sampah secara langsung mendidik masyarakat untuk cerdas bagaimana
mengatasi masalah sampah di sekitarnya.
Kalau upaya tersebut dilaksanakan dengan benar
mudah-mudahan tidak ada alasan lagi untuk membakar sampah dan menumpuknya
sampah di sekitar kita.
Salam
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar