kompos |
Metro, 05 December 2013 | 11:11
Siapapun Anda yang saat ini hidup di daerah pedesaan tentulah tidak
asing lagi dengan hewan ternak, bisa berupa sapi, kerbau, kambing, ayam
dan hewan ternak lain yang menghasilkan kotoran. Tentu saja sebagai
warga desa juga tidak terlalu heran dengan banyaknya kotoran yang
menumpuk di sekitar kandang.
Bau yang menyengat dan tentu saja lingkungan yang kotor akibat kotoran
hewan ini menjadi pemandangan yang sehari-hari kita temukan. Meskipun
terkesan lumrah namun dengan adanya kotoran-kotoran yang menumpuk dan
tanpa penanganan yang tepat akan dapat merusak pemandangan dan juga
dapat menjadi penyebab pencemaran lingkungan. Misalnya pencemaran air
akibat dari meresapnya limbah hewan ini ke dalam sumur kita. Warna air
menjadi kecoklatan dan tentu saja mengandung banyak bakteri yang
berbahaya. Selain pencemaran air juga dapat mencemari udara akibat bau
yang menyengat dan juga asap akibat dari pembakaran yang dilakukan pada
kotoran tersebut.
Hal-hal tersebut merupakan aneka dampak negatif adanya limbah hewan
ternak di sekitar kita. Yang sejatinya menjadi pemandangan yang cukup
mengganggu dan tentu saja berbahaya bagi kesehatan kita.
Akan tetapi, meskipun kotoran hewan ternak tersebut dapat mencemari
lingkungan khususnya air sumur, namun keberadaannya dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk. Baik pupuk yang tanpa pengolahan maupun yang harus diolah
menjadi pupuk kompos. Pupuk yang diperoleh dari kotoran hewan tanpa
diolah disebut dengan pupuk kandang. Para petani biasanya
memanfaatkannya sebagai pupuk dipekarangan, ladang maupun sawah mereka.
Sehari-hari para petani ini mengangkut kotoran hewan yang masih utuh
tersebut ke area persawahan maupun perladangan. Tujuannya sebagai
pengganti pupuk kimia dan tentu saja bertujuan mengembalikan unsur hara
dalam tanah setelah sekian lama menggunakan pupuk kimia buatan, seperti
Urea, TS, KCL dan lain sebagainya.
Dengan menggunakan pupuk kandang tersebut para petani sedikit-demi
sedikit mengembalikan kondisi tanah yang sempat terjadi proses
pengresukan karena pupuk kimiawi dengan kandungan unsur hara yang
terdapat dalam pupuk kandang.
Selain para petani menggunakan pupuk kandang tanpa diolah terlebih
dahulu, saat ini pun sudah banyak tekhnologi pertanian yang digunakan
untuk membuat pupuk kompos, dengan bahan kotoran hewan ternak yang ada
di sekitar kita. Dengan cara praktis dan dan mudah para petani dapat
melakukannya tanpa menggunakan cara-cara atau metode yang cukup rumit.
Menurut definisi J.H.Cwaford (2003) kompos adalah hasil dekomposisasi
parsial/tidak lengkap, dipercepat secara artifisial dari campuran
bahan-bahan organik oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi
lingkungan yang hangat, lembab dan aerobik.
Proses pembuatannya tidak terlalu rumit yaitu dengan melakukan
manipulasi kondisi agar mempercepat pertumbuhan mikroba yang mempermudah
proses pembentukan kompos selain itu dilakukan penambahan organisme
(cacing) agar proses pembuatan kompos lebih cepat dilakukan.
Tidak hanya petani yang dapat membuat pupuk kompos ini, anak-anak
sekolah pun sebenarnya dapat dilatih ketrampilannya dalam menciptakan
pupuk alternatif selain pupuk kimia yang dapat mereka pelajari dan
mereka buat. Sebagai upaya menanamkan kesadaran akan cinta lingkungan
dan tentu saja pengetahuan dan pengalaman hidup (life skill) menciptakan
kreasi pupuk dari kotoran hewan di lingkungan sekitar.
Bagi para siswa, pelatihan pembuatan pupuk kompos sejatinya juga sangat
terintegrasi dengan materi pelajaran pokoknya, apalagi dalam konsep
pendidikan sepanjang masa (long live education) dan pendidikan tematik,
setiap materi yang diajarkan di sekolah akan sangat berkaitan satu
materi dengan materi yang lain. Bahkan dengan adanya pelatihan pembuatan
pupuk kompos ini sejatinya ada banyak unsur pendidikan yang dapat
diperoleh. Diantaranya anak dapat mengenal hewan ternak, kotoran hewan,
unsur hara, kandungan kimia, jumlah atau takaran bahan, mengenal waktu,
mengenal alat-alat pertanian, dan tentu saja mengenal proses pembuatan
secara menyeluruh.
Selain mengkombinasikan segenap pengetahuan, sang anak sudah diajarkan
bagaimana menjaga kelangsungan makhluk hidup dan lingkungan serta
bagaimana memanfaatkan potensi di lingkungan sekitar sebagai bagian
perlindungan alam. Konsep go green pun sudah dilakukan. Belajar ilmu
kognitif dikombinasikan dengan belajar afektif dan psikomotorik.
Bahkan
lebih dari sekedar belajar, sang anak akakn mendapatkan bekal yang cukup
memadai bagaimana mereka dapat memproduksi pupuk kompos sebagai bagian
mencari penghasilan.
Sehingga dengan pelatihan tersebut sejatinya para pendidik telah
menanamkan konsep pendidikan secara utuh dan tidak hanya secara parsial.
Diharapkan dengan pelatihan tersebut anak secara langsung melakukan
proses belajar sambil melakukan dengan tindakan nyata (learning by doing
atau doing by learning) melakukan sambil belajar. Sebuah proses
pendidikan yang amat komprehensif dan universal.
Bagaimana Cara Membuat Pupuk Kompos?
Pembuatan pupuk kompos sejatinya tidaklah sulit, dan dapat dilakukan
dalam bedengan yang dibuat persegi dari pasangan bata atau dalam wadah
yang dibuat dari drum, namun proses pengeraman harus terjadi sehingga
pertumbuhan mikroba dan bakteri dalam komposisi dapat terjadi.
Jika bedengan tidak ditemukan dapat juga dilakukan di atas tanah kering
dan ditutup oleh plastik sebagai penahan panas di dalam bahan kompos,
sehingga proses keluarnya panas hasil dari proses pengeraman terjadi.
Terlebih dahulu mempersiapkan alat-alat, seperti cangkul, sarung tangan, pakaian kerja dan tentu saja plastik penutup.
1. Bahan pembuatan kompos
Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan
kompos lebih khusus kompos yang berbahan dasar kotoran sapi, adalah
sebagai berikut:
1. Kotoran sapi minimal 40% dan lebih baik jika bercampur dengan
urin. Karena kualitas kotoran sapi yang bercampur dengan urin lebih baik
daripada yang tidak.
2. Jika ada boleh menambahkan kotoran ayam, maksimal 25% dari komposisi yang akan dibuat.
3. Serbuk sabuk kelapa atau dapat digantikan dengan jerami dan sampah rumah tangga, komposisinya sekitar 10%
4. Abu dapur sekitar 10%
5. Kapur pertanian (dolomit) secukupnya.
6. Stardec sekitar 0,25% (stimulan untuk pertumbuhan mikroba yaitu
bahan pemicu tumbuhnya mikroba dalam campuran bahan yang akan dijadikan
kompos)
Jika stardec tidak ada dapat diganti dengan kompos yang sudah jadi,
sehingga mengalami proses yang sama seperti penggunaan stardec.
Setelah bahan-bahan terkumpul, proses pembuatan kompos dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Sehari sebelum pengomposan terlebih dahulu mencampurkan bahan
utama (kotoran sapi, kotoran ayam jika ada, sabut kelapa/serbuk
gergaji, abu dapur dan kapur pertanian (dolomit) secara merata atau
ditumpuk mengikuti lapisan yaitu, kotoran ayam dipaling bawah, kemudian
kotoran sapi dengan ketinggian maksimul 30 cm (menyesuaikan jumlah
kotoran yang tersedia).
2. Lapisan berikutnya dari kapur pertanian (dolomit) tujuan untuk
menaikkan PH pada kompos karena pada PH yang tinggi mikroba akan tumbuh
dengan baik tujuannya untuk menurunkan kadar keasaman pada komposisi.
3. Menambahkan serbuk dari sabut kelapa atau serbuk gergaji.
4. Menaburkan abu pada bagian paling atas.
5. Proses penumpukan dapat diulangi seterusnya di bagian atas sampai ketinggian sekitar 1,5 meter.
6. Pada hari pertama tumpukan bahan disisir atau diaduk dengan
stardec sebanyak 0,25%
atau 2,5 kg untuk campuran sebanyak 1 ton. Dengan
bahan tumpukan minimal 80 cm.
7. Agar kompos tidak terkena panas matahari dan hujan sebaiknya
dalam mengolah kompos dilakukan di sebuah bedeng yang beratap.
8. Tumpukan dibiarkan selama satu minggu tanpa ditutup tujuannya
agar suplai udara tetap terjaga dan dilakukan pembalikan pada saat ke
14, 21 dan 28 hari.
9. Setelah di atas 28 hari, jika kompos sudah berubah warna
menjadi hitam pekat, maka proses pembuatan kompos sudah berhasil.
Setelah kompos diperkirakan sudah jadi, kompospun dapat dikeduk dengan
cangkul dan dimasukkan ke dalam kantung-kantung plastik dengan tujuan
agar lebih mudah menyimpan dan mengangkutnya ke lahan pertanian.
Bisa juga dengan tujuan agar kompos dapat dipasarkan pada masyarakat
umum sehingga dijual perkarung dengan harga disesuaikan dengan harga
pasaran.
Dengan pelatihan pembuatan pupuk kompos sejatinya kita sudah
membudidayakan pupuk sehat tanpa bahan kimia yang merusak lingkungan.
Tapi justru dengan keberadaan pupuk kompos tersebut akan meningkatkan
kesuburan tanah setelah tanah beberapa kali ditanami. (maa)
Sumber tambahan:
Sri Rini Dwiari, dkk. Teknologi Pangan, Jilid 2 Untuk SMK Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah, Jakarta, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar